Halsel, Kawasiin — Praktisi hukum Suwarjono Buturu, SH., MH., angkat bicara terkait pernyataan kontroversial yang dilontarkan oleh Safri Nyong. Dalam pernyataannya, Safri menyamakan Bupati Halmahera Selatan dengan Nabi karena dianggap “menghidupkan” kembali kepala desa yang sebelumnya diberhentikan melalui putusan PTUN.
Suwarjono menilai, ucapan tersebut tidak hanya merendahkan wibawa kepala daerah, tetapi juga berpotensi menimbulkan keresahan sosial di tengah masyarakat.
“Pernyataan ini jelas tidak pantas. Analogi yang menyamakan Bupati dengan Nabi bukanlah kritik, tetapi penghinaan,” tegas Suwarjono dalam keterangannya, Selasa (23/9/2025).
Dari perspektif hukum, Suwarjono menyebut pernyataan itu dapat dikategorikan melanggar Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang ITE tentang penyebaran informasi yang berpotensi menimbulkan kebencian berdasarkan SARA, serta Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.
“Ucapan itu bisa ditafsirkan sebagai bentuk pencemaran nama baik. Jika tidak segera ada klarifikasi, kami siap menempuh jalur hukum,” tambahnya.
Lebih lanjut, Suwarjono mengingatkan bahwa sebagai seorang advokat, Safri terikat pada Kode Etik Advokat yang mengharuskan setiap pengacara menjaga martabat profesi. Ia menyebut pernyataan Safri telah melewati batas.
“Seorang advokat bukan provokator. Kritik sah-sah saja, tapi harus berbasis data dan norma hukum, bukan dengan analogi yang sesat dan provokatif,” ujarnya.
Suwarjono meminta Safri segera menarik pernyataannya secara terbuka guna menghindari polemik di masyarakat. Jika tidak, pihaknya akan melayangkan somasi dan melaporkan Safri ke kepolisian serta Dewan Kehormatan Advokat (PERADI).
“Pilihan kami jelas. Bila tak ada itikad baik, kami akan menempuh jalur hukum sesuai Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) UU ITE,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Suwarjono menekankan bahwa kritik terhadap pemerintah merupakan hak warga negara, namun harus disampaikan secara proporsional, santun, dan berdasar fakta.
“Yang kami tolak adalah pernyataan yang menyerang pribadi Bupati dengan cara merendahkan, apalagi sampai menyeret analogi agama. Itu bukan kritik, itu penghinaan,” pungkasnya. (T.U94)